Hubungan antara Struktur Pengendalian Internal, Resiko Pengendalian dan Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah



Indonesia sudah cukup banyak memiliki perangkat hukum untuk mengatur penyelenggaraan prinsip good governance. Kesemuanya mengamanatkan kepada presiden untuk mengendalikan langsung penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satunya seperti yang ditegaskan pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di sana dikatakan bahwa pengatur dan penyelenggara sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) untuk mengelola transparansi keuangan negara adalah kepala pemerintahan.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar berada di tangan presiden. Karena itu selaku kepala pemerintahan, presiden wajib melaksanakan SPIP di seluruh organisasi pemerintahan.
Pengendalian internal akan melengkapi pengendalian eksternal yang sudah ditegakkan pemerintah, seperti melalui lembaga kepolisian, kejaksaan, pemberantas korupsi, pengawas keuangan maupun lembaga peradilan lainnya. Yang membedakan sistem pengendalian intern ini adalah mekanisme pengendaliannya yang lebih menjamin kualitas dan kinerja pemerintahan secara keseluruhan (apalagi jika berhasil diterapkan di seluruh lembaga pemerintah pusat dan daerah). Prakondisi ini selanjutnya akan menghindarkan penyelenggara negara dari tuntutan hukum administrasi, perdata maupun pidana.

SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP mewajibkan menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/walikota untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
Suatu organisasi membuat sistem pengendalian intern dengan berbagai tujuan. Dimana tujuan dibuatnya suatu sistem ini diharapkan dapat mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut.
Terdapat dua tujuan sistem pengendalian intern, yaitu tujuan akuntansi dalam menjaga kekayaan dan mengecek ketelitian data akuntansi dan tujuan administrative yang lebih kearah untuk mendorong efesiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, adalah sebagai berikut : 
“Sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efesiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan pertundang-undangan”. (2009:2)

Intinya sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan dari organisasi dapat tercapai, diantaranya yaitu tercapainya efektifitas dan efesiensi, keandalan laporan keuangan serta ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Uraian lebih jelasnya dari tujuan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut :
1.    Struktur Organisasi
Merupakan rerangka pembagian tanggungjawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan organisasi atau dapat disrtikan sebagai menggidentifikasikan kerangka hubungan formal untuk Mencapai Tujuan Organisasi
2.    Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
Manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat diuji ketelitiannya dalam melaksanakan operasi. Sistem pengendalian intern dapat mencegah dan menemukan kesalahan.
3.    Mendorong Efesiensi Usaha
Pengendalian dalam organisasi ditujukan untuk menghindari pekerjaan berganda yang tidak perlu, dan mencegah pemborosan terhadap semua aspek kegiatan termasuk pencegahan penggunaan dana yang tidak efesien.
4.    Mendorong Efesiensi ditaatinya Kebijakan Manajemen
Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem pengendalian intern (SPI) memberikan jaminan bahwa prosedur dan peraturan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan.
Tindakan pengendalian diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pengendalian intern akan menciptakan keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan akhir sistem pengendalian intern ini adalah untuk mencapai efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah merasa perlu merumuskan SPIP karena telah terjadi perubahan dalam penganggaran, sistem pencatatan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini berdampak terhadap pendekatan sistem pengendalian internal, sehingga menjadi menjadi tanggung jawab setiap pimpinan instansi --yang tentunya akan dibantu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Demi good governance, pengawasan intern dilakukan untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern. Sistem pengendalian yang semula berorientasi sekadar mematuhi ketentuan yang berlaku (compliance audit) akan menuju sebagai tindakan audit yang dapat mengukur akuntabilitas operasional organisasi (performance audit) dari kinerja aparat birokrasi.

Perubahan orientasi sistem pengendalian intern ini menjadikan presiden beserta seluruh penyelenggara pemerintah di tingkat pusat dan daerah harus mampu melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Langkah ini dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan proses pengendalian pada tahap pelaksanaannya. Situasi ini tentu saja membuat presiden sangat membutuhkan sebuah sistem pengendalian internal. Sebab selaku kepala negara (dan kepala pemerintahan), presiden bertugas sebagai pengelola, dan penanggung gugat (akuntabilitas) pengelolaan keuangan negara. Tentu saja pengendalian intern yang diperlukan tersebut harus merupakan sebuah sistem yang andal, menyeluruh, utuh, serta berlaku efektif dalam mengikat tali koordinasi, dan membangun sistem pengawasan antar-lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah.

Sistem pengendalian intern merupakan proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai pemerintah. Tindakan ini untuk memberi keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi pemerintah yang optimal. Tentu saja optimalitas itu terjadi jika organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, memiliki keandalan pelaporan keuangan, menjalankan pengamanan aset negara, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, SPIP dirumuskan secara komprehensif ke dalam lima unsur, yakni:

SPIP diadopsi dari sebuah konsep yang mencoba mengaitkan terjadinya perubahan bertahap terhadap sistem pengendalian intern. Konsep ini telah disempurnakan berdasarkan pengalaman selama menjalankan dan mempelajari sistem pengendalian intern. SPIP mencoba meninggalkan pemahaman sistem pengendalian intern yang semula hanya berbasis accounting control dan administrative control kemudian dapat dipadukan dengan unsur lingkungan pengendalian (control environment). Meskipun demikian, SPIP masih tetap mengaitkan tanggung jawab audit dengan laporan keuangan. Konsep SPIP diadopsi dari sebuh grup studi: The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO), berdasarkan publikasi laporan Internal Control-Integrated Framework (September 1992).

Menurut COSO, pengendalian manajemen terdiri lima komponen utama yang saling berkaitan. Komponen tersebut bersumber dari cara manajemen (pimpinan) menyelenggarakan tugasnya. Jika kinerja pimpinan organisasi baik, maka seluruh komponen utama tersebut akan menyatu (built in) dan saling menjalin (permeatted) di dalam proses manajemen. Oleh COSO, lima komponen sistem pengendalian intern dirumuskan sebagai: lingkungan pengendalian (control environment); penilaian resiko (risk assessment); aktivitas pengendalian (control activities); informasi dan komunikasi (information and communication); serta pemantauan (monitoring);
1.    Lingkungan Pengendalian (Control Environment).
Komponen ini meliputi sikap manajemen disemua tingkatan terhadap operasi secara umum dan konsep kontrol secara khusus yang mencakup etika, kompetensi serta integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.   Integritas dan nilai etika, merupakan produk standar etika, perilaku organisasi dan bagaimana standar tersebut dikomunikasikan serta didorong untuk dilaksanakan. Standar tersebut mencakup tindakan-tindakan manajemen untuk menghindarkan diri atau mengurangi dorongan atau godaan yang mungkin mendorong seseorang untuk bertindak tidak jujur, melanggar hukum, atau tindakan lain yang tidak etis.
b.   Komitmen atas kompetensi, mencakup pertimbangan manajemen atas tingkat kompetensi untuk tugas-tugas tertentu dan bagaimana tingkat-tingkat kompetensi ini diterjemahkan ke dalam pengetahuan dan keahlian yang dipersyaratkan.
c.    Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, memberikan tanda yang jelas bagi para staf tentang arti pentingnya pengendalian. Auditor dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang memberikan kepadanya pemahaman tentang sikap manajemen terhadap pengendalian.
d.   Struktur organisasi, merumuskan garis tanggung jawab dan wewenang yang ada. Dengan memahami struktur organisasi auditor dapat mempelajari dan memahami unsur manajerial dan fungsional serta merasakan bagaimana pengendalian dikaitkan dengan kebijakan dan prosedur yang dilaksanakan.
e.   Komite Audit, sub komponen ini pada saat ini masih lebih ditekankan pada lingkungan sektor swasta dan badan usaha milik negara,sedangkan di sektor pemerintah belum ada. Dalam hal ini adanya komunikasi antara Dewan Pengawas dengan auditor, baik internal maupun eksternal, menjadi suatu hal yang penting dalam memecahkan/membahas berbagai masalah yang terkait dengan integritas dan tindakantindakan manajemen lainnya.
f.    Pemberian wewenang dan tanggung jawab, merupakan bentuk komunikasi formal berkaitan dengan pengendalian atas kegiatan yang dilaksanakan.
g.   Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, yang mencakup penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekruitment sampai dengan pemberhentian pegawai, penelusuran latar belakang calon rekruitment dan supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
2.    Penentuan Resiko (Risk Assesment).
Penentuan risiko adalah identifikasi dan analisis risiko untuk menetapkan tujuan organisasi dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada organisasi bersangkutan.
3.    Pengendalian Aktivitas (Control Activities),
Pengendalian aktivitas adalah kebijakan dan prosedur yang dapat meyakinkan bahwa tindakan telah dilakukan untuk mengantisipasi risiko yang muncul. Pengendalian aktivitas terdiri dari :
a.      Pemisahan tugas yang cukup, meliputi : pemisahan penyimpangan aset-aset dari pencatatan akuntansi, pemisahan otorisasi transaksi, pemisahan tanggungjawab operasional dari tanggungawab pencatatan dan pemisahan tugas teknologi informasi dari penggunaannya.
b.      Otorisasi transaksi dan aktivitas yang tepat, setiap transaksi yang terjadi dapat diotorisasi dengan tepat apabila pengendalian internnya memuaskan.
c.      Dokumentasi dan catatan yang cukup, dokumentasi dan catatan harus mempunyai nomor, dibuat pada saat transaksi terjadi, simple dan mudah dimengerti, dirancang untuk banyak kegunaan, disusun dalam bentuk yang memungkinkan adanya pengecekan intern dalam formulir atau catatan tersebut.
d.      Pengendalian fisik terhadap aset-aset dan catatan-catatan.
e.      Pengecekan terhadap pelaksanaan.
4.    Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), dan
Organisasi dapat mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat serta diselenggarakan secara efektif. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif organisasi harus dapat menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi, serta dapat mengelola, mengembangkan dan memperbaharui sistem informasi secara terus-menerus.
5.    Pemantauan (Monitoring).
Pemantauan merupakan penilaian kualitas sistem pengendalian intern secara terus-menerus oleh manajemen, untuk menentukan apakah sistem pengendalian intern telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan apakah sistem pengendalian intern tersebut dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.

Dengan pengertian tersebut, sistem pengendalian intern diartikan sebagai rangkaian kegiatan, prosedur, proses, dan aspek lain yang berkaitan dengan pencapaian tujuan penciptaan pengendalian intern. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi pergeseran karakter pengendalian yang tidak hanya mencakup rangkaian kegiatan dan prosedur, namun menjadi suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh setiap orang di dalam organisasi. Keterlibatan seluruh sumber daya manusia tersebut menjadi strategi manajemen organisasi untuk mengantisipasi ketidakpastian yang mungkin terjadi (dialami) ketika sedang mencapai tujuan organisasi.

Akibatnya karakter pengendalian intern bergeser dari hard control menuju soft control. Hal ini akan ditandai dengan peningkatan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas kinerja organisasi. Capaian itu tidak hanya dilakukan melalui prosedur dan mekanisme pengendalian tetapi juga dengan meningkatkan kompetensi, kepercayaan, nilai etika, dan penyatuan pandangan terhadap visi, misi, dan strategi organisasi.

COSO menjelaskan bahwa ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas pengendalian terletak pada 'proses'. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesadaran terhadap pentingnya pengendalian tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab pimpinan lembaga (manajemen puncak). Kesadaran terhadap manfaat pengendalian harus tersebar ke seluruh anggota organisasi, tidak hanya kepada unit dan bagian organisasi terkecil, tetapi juga sampai ke tingkat individu.

Akibatnya seluruh anggota organisasi harus memandang pengendalian sebagai alat untuk mencapai tujuan, dan tanggung jawab penerapannya menjadi kewajiban bersama. Meskipun demikian agar penerapannya efektif, konsep COSO tetap mengakui suatu ”tone at the top”. Karena itu, pimpinan Instansi Pemerintah tetap ditekankan untuk mengambil peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pengendalian intern ini.

Dengan demikian, SPIP memiliki suatu pemahaman bahwa pengendalian dirancang untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan. Rancangan pengendalian yang ditetapkan akan disesuaikan dengan bentuk, luasan, dan kedalaman dari tujuan dan ukuran organisasi, karakter dan lingkungan di mana operasi organisasi akan dilaksanakan. Melalui konsep ini tidak ada pengendalian generik yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada organisasi lain. Sehingga pengendalian harus dirancang sesuai dengan ciri kegiatan serta lingkungan yang melingkupinya.

Intinya, seluruh komponen bangsa harus mengawal pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Karena dari peraturan ini terlihat upaya mandiri aparatur pemerintah untuk menciptakan dirinya sebagai pegawai negara yang profesional, berani menghindar dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, dan ingin menciptakan budaya kerja yang beradab (mulia) di lingkungan organisasinya. Namun semua semangat itu hendaknya dibarengi dengan langkah cepat pemerintah untuk menciptakan tingkat kesejahteraan yang memadai bagi para aparaturnya. Sebab tanpa itu, apa pun bentuk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti akan selalu menemui jalan buntu. Yakni, lagi-lagi tidak mampu dijalankan dan ditegakkan dengan konsisten, penuh integritas, serta bertanggung jawab.

Comments

  1. Your Affiliate Profit Machine is waiting -

    Plus, making profit with it is as simple as 1---2---3!

    Here is how it works...

    STEP 1. Input into the system which affiliate products you want to push
    STEP 2. Add PUSH BUTTON traffic (it LITERALLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the affiliate products system grow your list and sell your affiliate products on it's own!

    Are you ready?

    The solution is right here

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Visi dan Misi Perusahaan Besar di Indonesia

Balanced Scorecard: SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Audit Siklus Pendapatan