Dana Alokasi Khusus



DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Transfer DAK merupakan konsekuensi lahirnya Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah ; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yang kemudian disempurnakan melalui penerbitan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan Negara dan Keuangan Daerah sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999.
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu
Dalam menjalankan Kebijakan DAK, langkah kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasi DAK, (iii) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK. Pada tulisan ini, penulis hanya akan mencoba membahas proses penetapan program dan kegiatan serta perhitungan alokasi DAK.
I. Penetapan Program dan Kegiatan
Dalam proses penetapan program dan kegiatan DAK, penetapannya diatur dalam Pasal 52 PP No. 55 Tahun 2005 berbunyi :
    1. Program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (1) dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan.
    2. Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan.
Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 jelas dikatakan bahwa program dan kegiatan yang akan didanai dari Dana Alokasi Khsus merupakan program yang menjadi prioritas nasional yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah. Kegiatan dan program yang akan didanai tersebut merupakan program yang diusulkan oleh kementerian teknis yang melalui proses koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sebelum ditetapkan dan sesuai dengan RKP. Tahapan berikutnya adalah ketetapan program tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan penghitungan alokasi DAK.

Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan

II. Penghitungan Alokasi DAK
Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
a.      penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
b.     penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.
                 Penentuan daerah tertentu menurut pasal 54 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusu dan kriteria teknis sebagaimana sudah diatur didalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah.

Kriteria Umum
            Menurut Pasal 33 PP No. 55 Tahun 2005, Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil. Dalam bentuk formula, kriteria umumtersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:
Dimana :
Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)
Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD
PAD = Pendapatan Asli Daerah
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
DAU = Dana Alokasi Umum
DBH = Dana Bagi Hasil
DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah
            Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Dalam tahun 2011, arah kebijakan umum DAK adalah untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah. Hal ini diterjemahkan bahwa DAK dialokasikan untuk daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya berada di bawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu). Dalam hal ini, rata-rata kemampuan keuangan daerah secara nasional dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini.
            Selanjutnya, perhitungan IFN dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. Jika IFN < 1, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK
Kriteria Khusus
Ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, dan karakteristik daerah.
  1.  
    1. Aturan perundangan-undangan, untuk daerah yang termasuk dalam pengaturan otonomi khusus atau termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK
    2. Karakteristik Daerah, daerah yang diperioritaskan mendapatkan alokasi DAK dilihat dari karakteristik daerah yang meliputi :
      1. Untuk Provinsi : (1) Daerah tertinggal, (2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3) Daerah perbatasan dengan negara lain, (4) Daerah rawan bencana, (5) Daerah ketahanan pangan, (6) Daerah pariwisata
      2. Untuk Kabupaten dan Kota : (1) Daerah tertinggal, (2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3) Daerah perbatasan dengan negara lain, (4) Daerah rawan bencana, (5) Daerah ketahanan pangan, (6) Daerah pariwisata
      3. Kriteria Khusus, daerah yang mendapatkan DAK dirumuskan melalu indeks kewilayahan oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan masukan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri/Lembaga terkait.
Kriteria Teknis
            Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni :
  1.  
    1. Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;
    2. Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;
    3. Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;
    4. Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;
    5. Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan;
    6. Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;
    7. Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;
    8. Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional;
    9. Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;
    10. Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan
    11. Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.
Tahapan Menentukan Daerah Tertentu Penerima DAK
    1. Jika suatu daerah memenuhi kriteria umum yang ditunjukkan dengan IFN < 1, maka daerah tersebut pada proses ini layak mendapat alokasi DAK;
    2. Jika pada proses no. 1 di atas daerah tidak memenuhi, maka dilihat kriteria khusus yang pertama yaitu apakah daerah tersebut termasuk dalam pengaturan otonomi khusus atau termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal. Jika ya, maka daerah tersebut layak memperoleh alokasi DAK;
    3. Jika daerah tersebut tidak termasuk dalam kriteria khusus pada butir 2 di atas, maka lihat kembali kriteria khusus yang kedua yaitu karakteristik wilayah yang ditunjukkan dengan indeks kewilayahan (IKW). Pada proses ini, IFN dan IKW digabungkan sehingga menghasilkan IFW. Dalam hal ini apabila IFW > 1, maka daerah tersebut layak memperoleh DAK;
    4. Jika daerah tersebut ternyata masih belum layak untuk mendapatkan DAK pada proses nomor 3 di atas, maka dilihat kriteria teknisnya untuk masing-masing bidang yang didanai dari DAK yang dicerminkan dengan indeks teknis (IT). Pada proses ini, IT digabungkan dengan IFW sehingga menghasilkan IFWT. Jika IFWT > 1, maka daerah tersebut layak mendapat alokasi DAK pada bidang tersebut
Tahapan Menentukan Besaran Alokasi DAK masing-masing Daerah (gambar diatas)

1.     Setelah proses penentuan daerah tertentu dilalui, maka harus dihitung besaran alokasi untuk masing-masing bidang dan masing-masing daerahnya (ADB, alokasi daerah dan bidang);
2.     IFWT masing-masing daerah dikalikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan menghasilkan Bobot Daerah (BD) untuk masingmasing daerah;
3.     Selanjutnya, BD tersebut dikalikan dengan pagu alokasi DAK masing-masing bidang sehingga dihasilkan alokasi daerah bersangkutan untuk masing-masing bidang.

Comments

Popular posts from this blog

Visi dan Misi Perusahaan Besar di Indonesia

Balanced Scorecard: SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Audit Siklus Pendapatan