Anggaran Rumah Sakit dan Pendidikan




Definis rumah sakit menurut WHO sebagaiman yang termuat dalam WHO Technical Report Series No. 122/1957 yang berbunyi :
Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat  pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.”
Fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.
Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang bertujuan mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.
Kewajiban setiap insan kesehatan adalah mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai “unit Sosio-Ekonomi, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan insan kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit sebagai lahan pengabdian profesiny masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya bagi setiap insan kesehatan atau insan rumah sakit.

1.      Pengertian Rumah Sakit
Definis rumah sakit menurut WHO sebagaiman yang termuat dalam WHO Technical Report Series No. 122/1957 yang berbunyi :
Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat  pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.”
2.      Pengertian Anggaran Rumah Sakit
Anggaran Rumah Sakit adalah Rencana kegiatan yang disusun secara sistematis dan meliputi seluruh kegiatan atau aktivitas rumah sakit dan dinyatakan dalam bentuk uang serta berlaku untuk jangka waktu tertentu yang akan datang.
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penganggaran

3.1.  Faktor Intern yang mempengaruhi anggaran :
·     Penjualan jasa rumah sakit tahun yang telah lalu (rawat inap, rawat jalan, penunjang diagnostik, tindakan bedah dan lain-lain).
·     Kemampuan rumah sakit yang tersedia
·     Keadaan personil (jumlah dan kualifikasi)
·     Modal kerja yang ada
·     Fasilitas yang dimiliki

3.2.  Faktor Ekstern yang mempengaruhi anggaran :
·     Keadaan pesaing
·     Kecenderungan upaya kesehatan
·     Penduduk, teknologi, keuangan, personil, ketentuan pemerintah, dan lain-lain), keadaan perekonomian nasional, penghasilan masyarakat dan lain-lain.


4.      Prosedur Anggaran
Pada dasarnya yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap penyusunan serta pelaksanaan anggaran adalah pimpinan tertinggi organisasi, karena pimpinan organisasilah yang paling berwenang dan bertanggung jawab atas kegiatan organisasi secara keseluruhan. Namun demikian dalam penyusunannya dapat didelegasikan kepada bagian administrasi, panitia anggaran, kedua-duanya, atau kepada panitia anggaran di mana bagian administrasi merupakan anggotanya.
Pada umumnya penganggaran diserahkan kepada bagian administrasi bagi organisasi yang kecil dengan kegiatan yang tidak terlalu kompleks, sedangkan panitia anggaran, digunakan bagi organisasi yang besar dengan kegiatan yang kompleks, beraneka ragam serta ruang lingkup yang berbeda. Di dalam panitia anggaran inilah diadakan pembahasan-pembahasan tentang rencana kegiatan yang akan datang, sehingga anggaran yang dihasilkan merupakan kesepakatan bersama, sesuai dengan fasilitas dan kemampuan masing-masing bagian secara terpadu. Kesepakatan bersama ini sangat penting agar dalam pelaksanaannya nanti didukung oleh semua pihak di Rumah Sakit. Anggaran yang disusun oleh panitia anggaran ini baru merupakan rencana anggaran, yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan rumah sakit. Untuk penyusunan anggaran di Rumah Sakit Pemerintah akan dibicarakan pada bagian akhir dari bab ini. Pada prinsipnya istilah panitia ini diberikan kepada beberapa orang (sekelompok orang) yang ditunjuk dan diberi wewenang untuk melakukan suatu tugas. Wewenang yang diberikan kepada panitia ini sangat bervariasi, ada yang diberi wewenang mengambil keputusan atau yang sifatnya memberi saran saja dan ada juga yang hanya digunakan sebagai alat penerima informasi saja.
Penggunaan panitia dalam suatu organisasi disebabkan oleh berbagai pertimbangan sebagai berikut :
  1. Sifatnya demokratis
  2. Sebagai alat koordinasi, alat untuk menampung informasi, alat dalam konsolidasi wewenang dan untuk pemusatan wewenang dalam merencanakan program.
  3. Pertimbangan dan keputusan kelompok lebih baik daripada perorangan.
  4. Motivasi melalui partisipasi.
Namun demikian Wursanto juga mengemukakan bahwa penggunaan panitia dalam suatu organisasi, juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain pemborosan, baik waktu maupun biaya, tidak mampu mengambil keputusan dengan cepat, serta memecah tanggung jawab.
5.      Jenis Anggaran Rumah Sakit
a.     Anggaran statistik
Anggaran Statistik adalah bagian penting dari proses penganggaran yang menetapkan volume dan sumber daya yang digunakan pada anggaran lain. Karena anggaran statistik ditempatkan ke dalam semua anggaran keuangan lain, keakuratan secara khusus adalah penting.
Beberapa organisasi, terutama sesuatu yang lebih kecil, tidak boleh memiliki anggaran statistik yang terpisah, tetapi dimasukkan ke dalam data secara langsung ke dalam pendapatan dan anggaran biaya atau barangkali ke dalam  anggaran operasi tunggal. Manfaat dari memiliki anggaran stastistik terpisah adalah memaksa semua anggaran yang lain diantara organisasi untuk menggunakan setelan volume yang sama dari asumsi sumber daya.

b.     Anggaran Pendapatan
Informasi rinci dari anggaran statistik dimasukkan ke dalam anggaran pendapatan yang menggabungkan volume data dengan data pembayaran kembali untuk mengembangkan ramalan pendapatan. Anggaran pendapatan seperti anggaran pendapatan usaha rawat inap, rawat jalan, jasa dokter, laboratorium, radiologi, farmasi dan lain-lain.

c.      Anggaran Belanja
Sebagaimana anggaran pendapatan, anggaran belanja di peroleh dari data dalam anggaran statistik. Fokus disini berada di atas niaya untuk menyediakan jasa dibandingkan hasil pendapatan. Anggaran belanja secara khas dibagi kedalam tenaga kerja (gaji,upah, dan keuntungan tambahan) dan komponen non tenaga kerja. Komponen non tenaga kerja meliputi belanja terkait dengan item-item seperti penyusutan, sewa guna, utilitas, administrasi dan peralatan medis serta pelatihan medis dan pendidikan. 


d.     Anggaran Operasional
Anggaran operasional atau rutin berkaitan dengan dukungan biaya untuk setiap kegiatan operasinal selama tahun anggaran. Untuk organisasi yang lebih besar, anggaran operasi adalah satu kombinasi dari pendapatan dan anggaran belanja. Untuk bisnis yang lebih kecil, statistik, pendapatan dan belanja sering dikombinasikan ke dalam anggaran operasi tunggal. Karena anggaran operasi dipersiapkan mengunakan metode akuntansi akrual yang secara kasar dipikirkan sebagai satu ramalan ikhtisar laba rugi. Bagaimanapun, tidak sama dengan ihktisar laba rugi yang dipersiapkan pada tingkat organisator, anggaran operasi di persiapkan pada tingkat sub unit, satu departemen atau lini produk. Karena akibat ini, seluruh kepentingan terhadap proses penganggaran, banyak difokuskan pada anggaran operasi.

Pengelompokan Anggaran Operasional
Anggaran Pendapatan
Anggaran Biaya
1.     Pendapatan Usaha
a.      Rawat inap
b.     Rawat jalan
c.      Jasa dokter
d.     Radiologi
e.      Laboraturium
f.      Farmasi
g.     Jasa-jasa lain
2.     Pendapatan Lain
a.      Parkir
b.     Kantin dan lain-lain
1.     Anggaran Biaya Langsung Usaha:
a.      Biaya ruangan
b.     Biaya poliklinik
c.      Biaya dokter
d.     Biaya laboraturium, farmasi, radiologi
e.      Biaya dapur
f.      Biaya lain-lain jasa
2.     Anggaran Biaya Pegawai
a.      Gaji dan tunjangan
b.     Biaya kesehatan
c.      Biaya lembur, kesejahteraan, pendidikan dan lain-lain
3.     Anggaran Biaya Barang dan Jasa
a.      Biaya pemeliharaan
b.     Biaya administrasi dan umum
c.      Biaya rumah sakit dan lain-lain
4.     Anggaran Biaya Lain-lain
a.      Biaya penyusunan aktiva tetap
b.     Biaya-biaya lain yang di bebankan


e.     Anggaran Kas
Anggaran kas berkaitan dengan rencana penerimaan dan pengeluaran kas yang dinyatakan secara kuantitatif untuk periode yang akan datang. Anggaran kas difokuskan pada posisi kas organisasi. Karena anggaran operasi dan komponen anggaran menggunakan akuntansi akrual, mereka tidak menyediakan informasi arus kas. Seperti laporan arus kas yang menuang kembali ikhtisar laba rugi untuk difokuskan pada kas, anggaran kas ditung kembali terhadap anggaran operasi untuk difokuskan kedalam arus kas akrual dan keluar dari bisnis. Anggaran kas memberitahukan manajer apakah bisnis diproyeksikan untuk menghasilkan kelebihan kas yang akan harus diinvestasikan atau untuk mengalami kejatuhan singkat kas yang meliputi beberapa cara. Anggaran kas dipersiapkan bulanan, mingguan atau berdasarkan harian dan digunakan untuk manajemen kas jangka pendek.



ANGGARAN PENDIDIKAN

Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh rakyat terlihat cukup besar. Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah bertanggung jawab membiayainya. Melalui perubahan Pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut makin diperkuat dengan adanya ketetapan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Persentase yang sama juga dimandatkan untuk dialokasikan oleh setiap daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing.

Usaha pemerintah membangun pelayanan pendidikan terlihat juga melalui langkah-langkah penyiapan dan penyesuaian perangkat peraturan-perundangannya. Langkah-langkah itu dilakukan seiring dengan perubahan tatanan politik pemerintahan sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah yang diatur Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Salah satu langkah yang dimaksud adalah pengesahan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang dilakukan pemerintah setelah melalui proses dan polemik panjang. UU ini mengatur tanggung jawab pengelolaan pendidikan berdasarkan tingkat pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Dalam prakteknya, tekad untuk membangun pendidikan tersebut dihadapkan pada berbagai masalah, sehingga jaminan atas hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan masih belum memadai. Secara umum saat ini pendidikan nasional dihadapkan pada beberapa persoalan mendasar, seperti :
1.     Rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar wilayah, antar tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender;
2.     Rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana dan prasana pendidikan;
3.     Lemahnya manajemen penyelanggaraan pendidikan, baik di lembaga formal amupun masyarakat.

Penjabaran tekad untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang prima ke dalam perencanaan yang lebih teknis dilakukan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dengan mengacu pada GBHN dan Propenas 2002-2004, Depdiknas sebagai penanggungjawab penyelanggaran pembangunan bidang pendidikan, pemuda dan olahraga menyusun Rencana Strategis (Renstra) Program Pembangunan Nasional Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga 2002-2004. Renstra ini disusun untuk menjadi acuan bagi seluruh penyelanggaraan pendidikan. Dengan harapan bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Renstra tersebut dijabarkan kembali ke dalam Renstra Daerah (Renstrada) dengan mempertimbangkan Pola dasar (Poldas) Pembangunan dan Program Pembangunan Daerah (Propeda).

Perumusan program pembangunan bidang pendidikan pada akhirnya berimplikasi pada besarnya kebutuhan anggaran yang harus disediakan pemerintah. Selama ini kekurangan atau keterbatasan dana menjadi alasan klasik dari lambatnya kemajuan pembangunan pendidikan nasional. Namun banyak pihak berpendapat bahwa keterbatasan anggaran seharusnya tidak selalu dijadikan alasan. Hal yang lebih penting adalah perlu adanya ketegasan dan kemauan kuat dari aparat pemerintah untuk melaksanakan berbagai keputusan politik di bidang pendidikan, sebagaimana yang tercantum di dalam UUD dan peraturan lainnya. Selama pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pembangunan pendidikan bekerja “asal-asalan” dan mekanisme pengawasan pelaksanaannya lemah, maka berapapun anggaran yang tersedia tidak menjamin keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan pendidikan.

Persoalan pendidikan (dasar) secara nasional juga timbul di tingkat daerah. Kemampuan dan tekad pemerintah daerah yang saat ini memegang sebagian besar kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan pendidikan dasar juga masih menghadapi banyak hambatan. SDM pengelola pendidikan dasar di banyak daerah dinilai belum sepenuhnya siap, kebanyakan mereka masih berada pada taraf sebagai pelaksana saja. Keadaan ini dipersulit oleh terbatasnya anggaran, sehingga untuk beberapa tahun kedepan pengelolaan dan pembangunan pendidikan dasar di Indonesia diperkirakan belum akan mengalami perbaikan yang berarti.
  

1.      Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah :
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Sedangkan Pendidikan nasional adalah:
“Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”

Serta Sistem pendidikan nasional adalah :
“Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”

2.      Pengertian Anggaran Pendidikan

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Anggaran Pendidikan adalah:
Dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD”. Pengecualian gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dipersoalkan konstitusionalitasnya karena Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menentukan” :
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Pada saat pengujian konstitusionalitas besaran anggaran pendidikan dalam APBN, Mahkamah Konstitusi tidak dapat menunjukkkan apa yang dimaksud dengan anggaran pendidikan. Pada dasarnya Mahkamah Konstitusi hanya mendapat rujukan konstitusional berupa 20% dari APBN. Sehingga MK hanya mengikuti pendapat UU Sisdiknas No. 20/2003. Padahal jika anggaran pendidikan dalam APBN dilihat menurut UU Sisdiknas, yaitu dana pendidikan selain (atau tak mencakup) gaji pendidikan dan biaya kedinasan, anggaran pendidikan belum mencapai 20% APBN.

Menurut UU Nomor 19 Tahun 2002, Anggaran Pendidikan adalah :
“Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.”
3.      Jenis-Jenis Anggaran Pendidikan
Jenis-jenis anggaran dalam pendanaan pendidikan dapat diklasifikasikan yaitu sebagai berikut
  1. Anggaran butir per butir
Yang dimaksud dengan anggaran  butir-perbutir yaitu dalam bentuk anggaran ini setiap pengeluaran dikatagorikan berdasarkan jenis butir. Antara lain yaitu gaji, upah, honor dikatagorikan menjadi satu, sementara itu anggaran untuk perlengkapan, material, sarana, dikatagorikan dalam satu butir tersendiri, dan lain-lain.

  1. Anggaran Program
Dalam bentuk anggaran program ini anggaran dikelompokkan (dihitung) berdasarkan jenis program.Sehingga dengan bentuk anggaran program ini bisa diidentifikasikan biaya setiap program, dalam implementasisnya bisa dijelaskan bahwa pengelompokan anggaran menurut jenis ini dikelompokkan menurut sub program sebagai bagian dari program itu sendiri, dalam bentuk yang lebih kongkrit bisa dicontohkan yaitu: anggaran untuk penataran bidang studi yang mencakup gaji panitia, gaji penatar, konsumsi, sewa gedung, ATK dan lain-lain. Sementara ituprogram untuk alat bantu pembelajaran dikelompokkan menjadi satu kelompok tersendiri yang mencakup: Mistar, peta, bola dunia, busur derajat segitiga dan lain-lain.
  
 
  1. Aggaran Berbasis Nol
Anggaran berbasis nol yaitu jenis penganggaran dimana setiap anggaran (setiap program) dimulai dari nol di setiap tahun (periode) penganggaran. Artinya dalam bentuk penganggaran seperti ini setiap program yang telah diadakan pada tahun anggaran sebelumnya tidak secara otomatis bisa dilanjutkan. Sehingga keberlanjutan suatu program pada tahun anggaran yang berbeda tergantung pada hasil evaluasi sejauh mana program tersebut berkontribusi untuk pencapaian tujuan pendidik.

  1.  Anggaran berdasarkan hasil
Dalam pembuatan anggaran belanja, pada umumnya harus diperhitungkan juga sumber dana atau hasil yang akan diperoleh dari kegiatan yang dilakukan. Bila hasil yang akan diperoleh kecil jumlahnya, maka anggaran belanjanya juga disesuaiakan, dan juga harus berjumlah kecil. Demikian sebaliknya, bila hasil yang akan diperoleh dalam jumlah besar, maka anggaran belanjanya bisa disesuaiakan dengan hasil yang akan diperoleh, yaitu dalam jumlah  besar.

4.      Alokasi Anggaran Pendidikan di Indonesia
Kewajiban konstitusi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi hingga saat ini. APBN Tahun Anggaran 2008 telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR, 9 Oktober 2007 lalu dan menetapkan alokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen.
Dalam RAPBN 2008, alokasi untuk anggaran pendidikan hanya sebesar 12 %, jauh di bawah ketentuan UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Formulasi anggaran pendidikan 20% kemudian dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa gaji pendidik dan biaya kedinasan tidak termasuk dalam anggaran 20%, bahwa pemenuhan amanah konstitusi dengan cara bertahap seperti dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU sisdiknas adalah tidak dibenarkan. Hal ini dapat dilihat pada putusan MK No 011/PUU-III/2005, Putusan No. 012/PUU-III/2005, dan Putusan No. 026/PUU-III/2005.
Kenyataan APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi. Anggaran pendidikan masih berada pada level 11,8%. Karenanya MK dalam Putusan No. 026/PUU-IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN 2007 menyangkut anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi kembali pelanggaran konstitusional pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007 melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti pemerintah dan DPR bersama-sama mengabaikan keputusan MK. Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga menggetarkan kemauan politik para penentu kebijakan di negara ini.
Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker yang telah disepakati antara Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4 Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004, menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006 ), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 % (2008 ), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5% (2004), dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada 2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 9% dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.
Namun harus diakui, anggaran yang besar tidak secara otomatis menjadikan sektor pendidikan bebas masalah. Kenaikan anggaran pendidikan dari tahun-tahun sebelumnya harus disikapi dengan hati-hati. Realisasi anggaran pendidikan yang tepat sasaran harus selalu dikawal tidak saja oleh Pemerintah, namun juga oleh seluruh elemen masyarakat. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses pengawalan dan pengawasan realisasi anggaran pendidikan yaitu sebagai berikut :


Pertama, pengawalan utama harus dilakukan pada saat terjadinya kesepakatan bersama antara Presiden dan DPR ketika melakukan pembahasan RAPBN tahun mendatang terkait dengan sektor pendidikan. Oleh karenanya, para wakil rakyat harus senantiasa dikawal untuk menyetujui dan turut memeriksa rancangan penggunaan anggaran pendidikan yang cukup visioner tersebut.
Kedua, bilamana telah terjadi persetujuan dan pengesahan, maka implementasi program pendidikan haruslah yang bermutu dan sesuai dengan tujuan pengembangan pendidikan nasional. Departemen yang terakit wajib memberikan transparansi dan akuntabilitas terhadap seluruh rancangan program dan penggunaan anggaran kepada masyarakat luas. Artinya, tugas Departemen tersebut bukan hanya sekedar menghabiskan anggaran yang berlimpah-ruah demi tercapainya penyerapan anggaran yang maksimal, tetapi juga harus mengutamakan unsur kualitas penggunaan (quality of spending).
Ketiga, agar tidak terjadinya kebocoran dan penyelewenangan anggaran pendidikan, seluruh komponen bangsa wajib untuk ikut serta memasang mata dan telinganya setiap saat, dalam rangka memonitor penggunaan anggaran pedidikan. Sudah pasti untuk tahun-tahun berikutnya, BPK dan KPK harus membidik dan memberikan prioritas pengawasan anggaran di kedua Departemen tersebut, termasuk terhadap instansi-instansi turunannya. Begitu pula dengan lembaga-lembaga pengawasan anti-korupsi dan berbagai organisasi tenaga pendidik, haruslah bersatu padu untuk bersama-sama melakukan pengawasan yang terintegrasi (integrated monitoring). Sebab, kedua departemen inilah yang sebenarnya menjadi teknisi dan pembuka pintu gerbang kecerdasan, moral dan akhlak bangsa ini. Seandainya ditemukan praktik penyelewengan anggaran negara, pejabat yang terlibat harus segera diseret ke meja hijau dan diadili dengan hukuman administratif dan pidana yang seberat mungkin.
Hanya dengan itu kita berharap pendidikan menuju manusia yang sejahtera di masa depan perlahan-lahan akan terwujud. Melalui anggaran pendidikan 20% tahun 2009 dan 2010, kita berharap kesempatan untuk mengurangi bahkan memberantas kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan di masa depan lebih terbuka.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Visi dan Misi Perusahaan Besar di Indonesia

Balanced Scorecard: SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Audit Siklus Pendapatan